Berawal pada tahun 1987, Pulo Air adalah sebuah tempat peristirahatan yang indah, dengan panorama pemandangan yang hijau dan asri, memiliki telaga-telaga pemandian dengan air yang jernih, begitu dikenal oleh masyarakat yang melintas jalan utama propinsi diantara kota Sukabumi dan kota Cianjur. Sebuah tempat yang menjadi alternatif peristirahatan sejenak sebelum melanjutkan perjalanan, sambil meikmati sepiring lotek atau sekedar menikmati pemandangan alam untuk melepas lelah. Tidak hanya itu, bagi masyarakat sekitar Sukabumi dan Cianjur, tempat ini dijadikan juga tempat berkumpul keluarga dihari libur, sambil bermain air di telaga yang jernih, ataupun beristirahat di saung-saung panjang yang tersedia, begitulah suasana Pulo Air dahulu, keindahannya tidaklah disangsikan lagi.
Tempat seluas 3.3 hektar ini, adalah milik seorang pengusaha rumah makan dari Jakarta, H. Soekarno namanya. Beliau jug aadalah pemilik dari restoran khas Sunda “Lembur Kuring” yang terkenal di bilangan Senayan Jakarta dan memiliki berbagai cabang di tempat lainnya dan tetap dikenal hingga saat ini.
Sebagai seorang muslim yang taat beribadah dan mencintai majelis dakwah, H. Soekarno sering kali mendengar ceramah agama, dan kerap menjamu para alim ulama dan para habaib, untuk menikmati hidangan dirumah makan miliknya tersebut. Sehingga hubungan beliau dengan para pemuka agama, sangatlah dekat laksana keluarga.
Pada suatu masa ditahun 1987, selintas beliau mendengar sebuah ceramah agama yang menceritakan tentang keadaan surga di akhirat kelak, sebagai ganjaran bagi manusia yang beriman dan bertaqwa. Suasana surga yang digambarkan itu, menceritakan tentang pemandangan yang indah, pohon-pohon rindang dan sungai yang mengalir senantiasa. Kisah itu mengingatkan beliau akan tempat wisata miliknya, karena ilustrasi tentang surga di akhirat kelak laksana ilustrasi tentang lahan wisata miliknya di Pulo Air, Sukabumi.
Ceramah tersebut sangatlah membekas di hatinya, dan setelah beliau berdiskusi dengan keluarga, H. Soekarno menghubungi KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie, putra tertua dari sahabatnya dahulu, KH. Abdullah Syafi’ie, seorang ulama terkenal dari Jakarta.
Sebagai langkah awal, H. Soekarno mengajak KH. Abdul Rasyid untuk mengunjungi lokasi wisata miliknya di Pulo Air Sukabumi, pada hari Sabtu, pertengahan Juli tahun 1987. Setelah berkeliling dan meninjau lokasi tersebut, sambil beristirahat di saung dan menikmati pemandangan alam, beliau menyampaikan cerita tentang ceramah agama yang didengarnya, dan berniat menukarkan taman wisata miliknya ini, dengan surga milik Allah di akhirat kelak, dengan cara mewakafkan seluruh lokasi wisata miliknya, yang memiliki luas 3.3 hektar ini untuk dipergunakan dan dibangun bagi kepentingan agama.
Mendengar niatan tersebut, terlintas di benak KH. Abdul Rasyid beban tanggung jawab yang besar sebagai Nazir Wakaf, terlebih lokasi yang sangat jauh, sekitar 120 kilometer dari Jakarta. KH. Abdul Rasyid meminta diberikan waktu sejenak untuk memikirkannya. Gundahlah hati H. Soekarno, khawatir niatnya tersebut tidak terpenuhi. Melihat kegundahan di wajah H. Soekarno itu, maka dengan izin Allah SWT, KH. Abdul Rasyid menerima amanat tersebut untuk menjadi Nazir Wakaf bagi lokasi seluas 3.3 hektar ini.
Sebagai wujud dari amanat tersebut, KH. Abdul Rasyid membutuhkan waktu 2 tahun untuk memikirkan konsep seperti apa yang sesuai dengan lokasi ini. Dan setelah berdiskusi serta meminta nasehat dan masukan dari para guru, keluarga serta para sahabat-sahabatnya antara lain : Maulana Syeikh Tuan Guru KH. Zainuddin Abdul Majid, Sayyid Muhammad bin Alwy Al Maliki, akhirnya beliau memutuskan untuk membangun sebuah Pesantren Al Qur’an yang merupakan cita-cita almarhum KH. Abdullah Syafi’ie yang belum terlaksana pada masa hidupnya dahulu. Dan tepat pada tanggal 27 Agustus tahun 1989, dihadapan ribuan jamaah, secara resmi dilakukan ikrar wakaf oleh H. Soekarno.
Sebagai wujud nyata sebagai pengabdian seorang anak kepada ayahandanya, maka KH. Abdul Rasyid selaku putra Almarhum KH. Abdullah Syafi’ie, saat itu bersama para alim ulama, habaib dan tokoh masyarakat lainnya, meletakkan batu pertama pembangunan pesantren Al Qur’an, yang dipersembahkan bagi Almarhum KH. Abdullah Syafi’ie, dan diberi nama sesuai dengan nafas dakwah Almarhum, Pesantren Al Qur’an As Syafi’iyah, yang dikemudian hari disempurnakan dengan mengabadikan nama Ayahanda menjadi nama ma’had ini, pesantren ini kini dikenal dengan nama “Pesantren Al Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie” Pulo Air – Sukabumi.
Melihat lokasi yang diwakafkan relatif telah tertata dengan baik dan rapih, maka KH. Abdul Rasyid memutuskan untuk membebaskan tanah disekitar lokasi wakaf sebagai lokasi pembangunan, sehingga tidak merusak penataan yang telah ada. Setelah hampir 1 tahun pembanguan tahap awal, maka pada tanggal 23 Juli 1990 diresmikanlah pemakaiannya dan hari itu juga secara resmi dilakukan penerimaan 13 anak santri baru. Pembangunan yang telah selesai berupa 1 ruang kantor, 2 asrama santri putra, 3 ruang kelas belajar, 1 ruang aula besar yang berfungsi sebagai tempat sholat dan pusat kegiatan, 1 unit dapur umum serta kamar mandi santri. tahun 1990 inilah yang menjadi tonggak awal berdirinya Pesantren Al Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie Pulo Air – Sukabumi.
Kini, Pondok Pesantren Al Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie berada dibawah naungan Yayasan Pesantren Al Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie, yang telah dirintis oleh KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie bersama dengan istri tercinta Hj. Azizah Aziz dan keluarga sejak tahun 1990.